Mi Ayam, bukan Mie Ayam

13/11/2013 11:59 WIB. Siang ini lagi lapar, ingetnya makanan mulu dari tadi. Kebetulan ada temen kantor yang baru pulang haji bawa oleh-oleh, lumayan.

Ngomong-ngomong tentang makanan, sejak kecil aku suka banget dengan yang namanya mi. Baik itu mi ayam, mi goreng, mi instan, dan beragam penganan lain yang mengandung bahan dasar dasar mi. Kesukaanku ini mungkin ada hubungannya ketika aku masih dalam kandungan Ibu. Jadi, 24 tahun yang lalu ketika Ibu mengandungku, beliau sangan benci sekali dengan makanan yang berbentuk mi, bahkan hampir muntah kalau ketemu dengan bentuk mi apapun. Nah, ketidaksukaan beliau inilah yang mungkin mempengaruhi kesukaanku akan mi ketika aku lahir. Teorinya mungkin begini, asupan mi yang sangat kurang ketika dalam kandungan berpengaruh kepada keinginan yang amat besar pada makanan berbahan dasar mi untuk memakannya setelah bayi dilahirkan. Kedengaran absurd sih, haha. Mungkin bisa jadi inspirasi untuk nulis skripsi.

Berkaitan dengan mi, ada satu olahan mi yang aku sangat suka banget sejak kecil, namanya mi ayam. Mi ayam adalah olahan mi yang direbus lalu ditambahkan sawi dan ayam yang dicincang sebagai pelengkapnya, kadang ditambahkan juga dengan irisan daun bawang atau bawang goreng. Setiap daerah berbeda-beda dalam menambahkan topping (kuliner banget bahasanya, haha) pada mi ayam.

Ketika tinggal di Lampung pun, mi ayam adalah salah satu kuliner yang ingin aku coba. Tapi beberapa kali menjumpai olahan mi ayam yang beda dengan di jawa. Perbedaan yang paling kelihatan adalah cincang daging ayamnya yang lebih halus serta tambahan tauge (capar kalau bahasa desaku) dan daun bawang di atasnya. Selain itu kuah mi bangka juga lebih encer dan lebih terang serta rasanya yang tidak sekuat mi ayam jawa. Beberapa warung mi ayam yang ada di Lampung lebih banyak menjual mi dengan citarasa khas bangka dibanding dengan mi ayam jawa. Mungkin lebih layak disebut mi ayam bangka, walaupun pada papan depan warung cuma tertulis Mie Ayam (kadang ditambahai kata-kata Nikmat, Mantap, Sedap, dsb. Sesuai selera yang punya warung). Walaupun lebih banyak yang mengolah dengan ‘gaya’ Bangka, ada beberapa warung mi ayam di dekat tempat kos yang masih tersisa rasa jawanya, walaupun tidak pure jawa banget. Beberapa mi ayam rasa jawa yang sudah aku coba diataranya, Mie Ayam Bakso Sonny, mi ayam tanpa nama di dekat belokan arah PDAM Way Rilau (kalau gak salah namanya itu), dan mi ayam (yang nggak aku perhatikan namanya apa) baru buka di samping rental PS3, depan pijat refleksi Naomi (semoga nggak iklan banget). Walaupun rasanya gak seenak warung mi ayam Lik No Beran, tapi mendinglah dari pada yang ‘gaya’ bangka.

Mungkin berkaitan dengan selera juga sih, tapi memang aku lebih suka mi ayam olahan jawa dibanding mi ayam (bangka) olahan pulau sumatra. Orang jawa tak bisa luntur begitu saja lidah jawanya, pun begitu dengan selera rasa makanan. Mungkin karena alasan yang sama, sampai sekarang aku gak doyan dengan rasa tempoyak. Tempoyak itu makanan semacam sambel atau cocolan hasil fermentasi durian. Kata orang asli Lampung sih enak buat teman makan pindang, tapi aku gak doyan sampai sekarang. Cerita tentang mi ayam selesai, back to work.

mi ayam jawa sumber: mi jawa

mi ayam jawa
sumber: mi jawa

mi ayam bangka sumber: mi bangka

mi ayam bangka
sumber: mi bangka

4 responses to “Mi Ayam, bukan Mie Ayam

  1. absurd banget teorinya -,-
    eniwei, aye juga doyan banget mi.
    mi instan, prefer indomie mi keriting. hahha X)

  2. hahaha,,, saya suka mi goreng,,, bukan mie goreng,,, hehehe

Leave a reply to Faraziyya Cancel reply